Dua momen yang mengubah hidup
Prajogo adalah ketika beliau mengenal Bong Sung On dan keluarga Cendana.
Seandainya Prajogo adalah seorang yang pemalu, tentunya beliau hanya akan
berakhir menjadi supir angkutan Singkawang-Pontianak seumur hidupnya
Lahir dengan nama Phang Djoen Phen, atau dalam bahasa
mandarin berarti “burung besar terbang tinggi menguak awan mendung”, Prajogo
Pangestu benar-benar berhasil terbang tinggi dalam daftar orang terkaya di
Indonesia. Menurut Majalah Forbes, beliau adalah orang terkaya ke 35 di
Indonesia dengan total kekayaan 800 Juta Dollar atau 8 trilliun rupiah. Saat
ini Prajogo Pangestu terkenal sebagai pemilik Barito Pacific, perusahaan
petrochemical, pertambangan dan energy setelah sebelumnya juga terkenal sebagai
raja kayu Indonesia.
Ternyata, Prajogo Pangestu tidak terlahir di keluarga yang
kaya. Justru, saking miskinnya seorang pekerja getah karet dan tukang jahit di
Pasar Sungai Betung, Phang Siu On (nama ayah Prajogo), membuat Prajogo kecil
hanya menyelesaikan pendidikannya sampai SMP di Nan Hua, sekolah berbahasa
mandarin Singkawang. Prajogo kecil sempat merantau ke Jakarta sebelum akhirnya
kembali ke Singkawang dan menjadi supir angkutan kota Singkawang-Pontianak.
Pekerjaan itu membuatnya kenal dengan Bong Sun On (Burhan Uray), orang Malaysia
yang berada di Indonesia, orang yang akan mengubah hidup Prajogo Pangestu
selamanya.
Singkat kata, pada tahun 1969 Prajogo bekerja di PT.
Djajanti Group milik Bong Sun On. Beliau ditugaskan untuk mendapatkan HPH (hak
khusus yang membuat Anda boleh mengolah hutan) di Kalimantan Tengah. Karena
pekerjaannya selalu memuaskan, Bong Sun On mempromosikan Prajogo Pangestu
menjadi General Manager di perusahaannya yang lain, PT. Nusantara Plywood yang
terletak di Surabaya. Namun tidak lama, Prajogo Pangestu memberanikan diri
membeli sebuah perusahaan kecil CV Pacific Lumber dengan menggunakan uang
pinjaman dari Bank BRI. Sekali lagi, hidupnya berubah.
Pacific Lumber berganti nama menjadi Barito Pacific dan
berhasil mengolah 5,5 juta hektar hutan di Kalimantan Timur, Kalimantan
Selatan, Maluku, dan Sumatra Selatan. Seorang raja kayu gelondongan baru telah
lahir di Indonesia. Beliau juga dikenal dekat dengan Presiden Indonesia waktu
itu, Soeharto. Barito Pacific sempat goyah ketika pada tahun 1980 pemerintah
mengeluarkan larangan ekspor kayu gelondongan. Tidak kurang akal, Prajogo
Pangestu meminta pinjaman 150 Juta Franc pada Bank di Prancis dan membangun
perusahaan pengolahan kayu, cikal bakal Barito Pacific Timber.
Sejak itu, hubungan Prajogo Pangestu dengan keluarga Cendana
semakin dekat. Beliau bahkan mengajak putri tertua Soeharto, Siti Hardijanti
Rukmana atau yang lebih dikenal dengan Mbak Tutut untuk mendirikan banyak
perusahaan di Sumatera. Bahkan, Barito Pacific Timber saat itu sampai mempunyai
20 anak perusahaan! Tidak hanya berkolaborasi dengan Mbak Tutut, Prajogo
Pangestu juga bekerjasama dengan Bambang Trihatmodjo, anak Soeharto lainnya,
untuk mendirikan berbagai perusahaan dan Bank pada tahun 90an.
Prajogo Pangestu tidak berhenti meskipun berhasil
berkolaborasi dengan anak presiden. Beliau juga berkolaborasi dengan pebisnis
sukses Singapura, Kwok Brothers, dan bersama-sama berinvestasi di Pulau Sentosa
yang kini menjadi destinasi wisata nomor 1 Singapura. Beliau juga membeli saham
PT Astra Internasional yang ketika itu mendatangkan jutaan kendaraan bermotor
ke Indonesia. Akhir dekade 90an, Prajogo Pangestu mempunyai lebih dari 120
perusahaan yang menggarap sector non kayu.
Terakhir, yang paling sensasional, Prajogo Pangestu berhasil
meyakinkan DBS Singapura untuk meminjam uang 2 Milliar Dollar atau 20 Trilliun
Rupiah dan menggunakannya untuk membeli 70% saham Chandra Asri Petrochemical
Center senilai 1,05 Milliar Dollar atau 10,5 Trilliun Rupiah. Chandra Asri
adalah perusahaan Petrochemical yang sangat disegani di Asia. Akuisisi ini
menguatkan posisi Prajogo Pangestu sebagai salah satu macan bisnis Indonesia.
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari seorang Prajogo
Pangestu. Seperti biasa, Saya akan meringkasnya menjadi 3 pelajaran utama.
Pertama, jangan pernah menyerah dengan keadaan Anda. Prajogo Pangestu, dan
beberapa orang sukses lain yang Saya kenal, kebanyakan justru berasal dari
keluarga yang miskin. Mereka bekerja sangat keras untuk mengubah jalur
kehidupan. Kita yang cukup beruntung masih bisa makan tiap hari, tentu tidak
boleh kalah semangat dengan mereka. Kedua, jadilah orang yang menyenangkan dan
mengenal banyak orang, terutama orang penting. Dua momen yang mengubah hidup
Prajogo adalah ketika beliau mengenal Bong Sung On dan keluarga Cendana.
Seandainya Prajogo adalah seorang yang pemalu, tentunya beliau hanya akan
berakhir menjadi supir angkutan Singkawang-Pontianak seumur hidupnya. Pelajaran
ketiga sekaligus terakhir, adalah jangan segan untuk berkolaborasi dengan siapapun
untuk mengembangkan bisnis Anda. Kolaborasi Prajogo tidak hanya dengan orang
Indonesia, bahkan dengan Bank Prancis dan pebisnis dari Singapura. Dengan
kolaborasi bisnis, maka perusahaan Anda bisa berkembang dengan sangat cepat.
0 comments:
Post a Comment